Pemuda itu dilanda kebimbangan. Tidak tahu harus berbuat apa. Sebelumnya ia adalah pemuda yang dikenal kuat pendiriannya, berkarakter, tidak mudah goyah, apalagi dalam pergaulannya dengan wanita.
Dulu, entah apa yang membuatnya mendekati seorang gadis cantik itu. Tampaknya dia mencari sesuatu yang baru. Hingga kesehariannya menjadi lebih berwarna. Gadis itu berhasil menarik hati pemuda itu untuk ingin lebih mengenalnya. Tiada hari tanpa mendekati bidadari itu. Semakin hari pemuda itu semakin dekat dengannya sampai akhirnya dia benar-benar merasakan yang namanya jatuh cinta. Dia mencintainya. Padahal dia belum mengenal benar siapa wanita itu. Dia hanya merasa punya ikatan emosional saja. Tapi itulah cinta, terkadang tidak bisa dimengerti kenapa itu ada. Namun gadis itu menanggapinya dengan biasa-biasa saja, menganggap hanya sebatas teman biasa meskipun sebenarnya dia menaruh hati dengan pemuda itu. Tampaknya gadis ini adalah orang yang tidak mudah percaya dengan laki-laki yang mendekatinya. Dia hanya ingin mengenal lebih jauh siapa sebenarnya pemuda itu.
Kesenangan yang semakin bersemi. Kadang dia kegirangan, kadang juga terlihat murung. Kadang bersemangat, kadang juga tidak enak makan dan susah tidur. Itulah saat dia dimabuk asmara. Menjalani hidupnya dengan penuh warna. Hari berganti hari, bulan berganti bulan. Semakin lama pemuda itu semakin sadar. Kesenangan dan asmara dalam kesehariannya selama ini membuatnya lengah untuk bersikap dan berperilaku sebagaimana seorang pria. Yaitu laki-laki yang selalu menentukan langkah apa yang harus dilakukannya untuk masa yang akan datang dan berpegang teguh pada prinsipnya. Apa yang seharusnya dilakukan agar keadaan saat itu tidak terus menggantung, agar bisa keluar dari keadaan yang tidak jelas. Dalam kebimbangannya, diambilnya mushaf Al-Qur’an dan membaca ayat-ayat Al-Qur’an dengan merdu. Dan kebetulan sampailah dia membaca arti dari Surat Yusuf ayat 33 yang berbunyi,
Yusuf berkata:” Wahai Tuhanku penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku. Dan jika tidak Engkau hindarkan dariku tipu daya mereka tentu akan aku cenderung untuk (memenuhi keinginan mereka) dan tentulah aku termasuk orang-orang yang bodoh”.
Pemuda itu berhenti sejenak. Mencoba memahami makna ayat ini. Tidak lama setelah itu, tiba-tiba air mata dari seorang pria itu mulai jatuh. Dia mendapat hikmah dari ayat ini. Nabi Yusuf rela dan lebih menyukai di dalam penjara asalkan dia selalu dekat dengan Allah, terjauh dari perbuatan dosa. Keseharian pemuda itu selama ini telah membuat dia lengah untuk selalu dekat dengan tuhannya. Cinta dia terhadap wanita itu, sesuatu yang membuat hidupnya berwarna justru membuat dia lupa diri kepada Allah. Diapun semakin bingung dan menangis karena di satu sisi dia menyadari kekhilafannya dan ingin melupakan impian berhenti mengejar wanita itu. Namun di satu sisi dia mencintainya dan ingin mendapatkan wanita cantik itu sebagai kekasihnya. Cinta adalah suatu ikatan yang sangat halus. Dipotongnya ikatan itu, maka sakitlah yang akan dirasakannya. Tidak mudah bagi dia untuk menetukan sikap disaat dilema.
Akhirnya dia butuh waktu untuk menenangkan diri. Saat itu dia terbaring di dalam kamarnya. Dia lihat sesuatu di sekitarnya. Terlihat dari matanya foto keluarga dalam figura kecil di sebelahnya. Diambilnya foto itu dan menatapnya. Dia lihat foto ayahnya. Dia lihat foto ibunya. Dia melihat foto ketika dirinya masih kecil. Dia langsung teringat masa lalunya. Dibelai oleh ibunya, disuapin, ditemani, dan dibacakannya ayat-ayat Al-Qur’an ketika hendak tidur. Dia juga teringat ketika ayahnya membelikan dia sepeda dan mengajarinya, saat terjatuh dan mengajarkan untuk bangkit lagi, ketika teluka dan membantu mengobatinya. Dia lihat foto kakak saudara kandungnya. Dia teringat ketika dulu mereka bermain bersama. Saat terjatuh, membantu untuk menopangnya. Membela dan menjaganya ketika ada anak lain yang mengganggunya. Dia menyadari bahwa anugerah kasih sayang dalam keluarga itu adalah anugerah yang sangat berharga. Dia juga menyadari anugerah itu ada atas seizin Allah. Allah lah yang memberikan anugerah yang sangat berharga itu. Dia juga melihat di sekitarnya barang-barang yang ia punya. Itu adalah rezeki yang tidak mungkin ada jikalau Allah tidak menghendakinya. Rumah, kebersamaan dalam keluarga, teman-teman, dan banyak lagi adalah anugerah dari Allah. Cinta yang dirasakan terhadap wanita itu juga indah. Cukuplah keindahan itu sebagai tanda-tanda Kebesaran Allah, bukan untuk membuat dirinya menjadi lupa terhadap Yang Menciptakan dan melakukan sesuatu yang tidak diperkenankan oleh-Nya.Dia pun berfikir,jika mencintai seseorang adalah sesuatu yang sangat indah, bukankah saya seharusnya lebih menyanjungi Dzat yang membuat cinta itu menjadi ada? Karena jika Allah tidak menciptakannya, saya tidak akan merasakan indahnya cinta itu. Lalu, pantaskah aku terlalu memuja wanita itu hingga aku lupa siapa yang memberi karunia cinta ini kepadaku? Akhirnya dia memohon ampun kepada Allah karena telah khilaf . Dia khilaf karena dia terlalu menyanjungi cinta kepada makhluk-Nya itu tapi lupa siapakah yang menciptakan cinta itu. Dia lupa itu hingga akhirnya melakukan sesuatu yang tidak diperbolehkan-Nya, yaitu ingin menjadikan wanita itu menjadi kekasihnya yang tidak sesuai syari’at.
Kini dia menyadari bahwa Allah sebenarnya mencintai hamba-Nya dengan memberikan karunia yang sangat banyak. Dia sangat bersyukur. Dia juga sadar dengan kedudukan Allah sebagai tuhan Yang Maha Tinggi kedudukannya namun masih mencintai hamba-Nya yang kedudukan sebenarnya sangat rendah di mata Allah. Dia merasa sangat tersanjung dengan hal ini. Ucapan Istighfar yang sangat banyak tidak cukup untuk menghapus dosanya. Ucapan hamdalah yang sangat banyak juga tidak cukup dibandingkan dengan karunia yang didapatinya. Dia mulai menyadari sebagai hamba-Nya akan yang namanya cinta kepada Allah. Dalam setiap do’anya dia pun memohon, Ya Allah bimbinglah hamba agar selalu dekat dengan-Mu.
Sumber : akbar08.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar